tegalyoso.id -
Penyakit mulut dan kuku (PMK) saat ini tengah mewabah di Indonesia. Bahkan saat ini sudah memasuki wilayah Lampung Timur. Untuk itu Kepala Desa Tegal Yoso (Mohamad Yani), menggelar koordinasi dengan Perangkat Desa pada Senin (06/06/2022), bertujuan agar Perangkat Desa turut mensosialisasikan wabah ini kepada masyarakat. Sehingga masyarakat dapat mengantisipasinya.
Penyakit ini (PMK), banyak menyerang hewan ternak dari mulai sapi, kerbau hingga domba atau kambing dan tergolong penyakit akut yang penyebarannya melalui infeksi virus dan mudah menular.
drh. Dian (Tim Satgas Pengendalian PMK UNDIP) menyampaikan penyakit mulut dan kuku (PMK) adalah penyakit infeksi virus (family Picornaviridae) yang bersifat akut dan sangat menular pada hewan berkuku genap/belah (cloven-hoofed). Nama lain penyakit ini antara lain aphthae epizootica (AE), foot and mouth disease (FMD) . Virus PMK berukuran kecil (± 20 milimikron), tidak ber-amplop/ tanpa lapisan lemak dan memiliki capsid yang kuat sehingga virus ini sangat tahan terhadap desinfektan yang cara kerjanya melarutkan lemak. Berdasarkan sifat dan struktur virus tersebut tidak semua jenis desinfektan peka terhadap virus ini, dimana pada saat ini Kementerian Pertanian RI bekerjasama dengan Persatuan Dokter Hewan Indonesia (PDHI) segera me-release SOP/ panduan pencegahan dan penanganan PMK termasuk jenis desinfektan yg direkomendasikan.
Penyakit PMK ini tidak ditularkan ke manusia atau bukan penyakit zoonosis sehingga yang menjadi fokus pemerintah saat ini adalah jangan sampai penyakit ini menyebar antar-ternak yang peka dan jangan sampai manusia menjadi perantara atau penyebar kepada hewan yang peka. Pada manusia sendiri, tidak menimbulkan penyakit, namun dampaknya adalah pada hewan peka. Hewan yang peka terhadap PMK adalah sapi, kerbau, kambing, domba, rusa, babi, unta dan beberapa jenis hewan liar seperti bison, antelope, jerapah dan gajah. Penyakit mulut dan kuku (PMK) adalah penyakit hewan menular yang paling penting dan paling ditakuti oleh semua negara di dunia. Penyakit ini dapat menyebar dengan sangat cepat dan mampu melampaui batas negara serta dapat menimbulkan kerugian ekonomi yang sangat tinggi. Untuk kerugian ekonomi berupa kematian ternak dan tingginya angka kesakitan, adanya hambatan perdagangan, terganggunya industri turisme, operasional pemberantasan penyakit, serta gangguan terhadap aspek sosial budaya dan keresahan masyarakat.
Lebih lanjut ia menyampaikan hewan yang terinfeksi PMK dapat mengeksresikan virus pada cairan vesikel yang terkelupas, udara pernafasan, saliva, susu, semen, feces dan urin. Hewan tertular yang masih dalam status preklinis, yaitu belum menampakkan gejala klinis yang jelas ternyata dapat mengeksresikan virus. Kenyataan ini sangat berbahaya mengingat ada kemungkinan hewan yang belum menunjukkan gejala klinis tersebut dijual atau dipotong sehingga berpotensi menyebarkan penyakit pada hewan peka lainnya. Masa inkubasi dipengaruhi oleh strain virus PMK, jumlah virus dan rute infeksi. Untuk infeksi alami dalam jumlah yang besar, masa inkubasi berkisar antara 2-3 hari, akan tetapi apabila jumlahnya sedikit, maka inkubasi bisa mencapai 10-14 hari.
Penyakit ini tidak ditularkan ke manusia (bukan penyakit zoonosis), sehingga daging dan susu aman untuk dikonsumsi. Terlebih lagi, budaya masyarakat Indonesia mengkonsumsi daging matang/ yang dimasak. Melalui proses memanasan hingga bagian tengah daging mencapai 70°C selama 30 menit virus PMK akan mati. Selain itu, setelah ternak disembelih, secara alamiah terjadi proses rigor mortis yang mengakibatkan pH daging turun dibawah 5,9. Dan berdasarkan penelitian bahwa pada pH tersebut virus PMK inaktif. Sedangkan pada susu, upaya jaminan keamanan dilakukan minimal dengan pasteurisasi pada suhu 72°C selama 15 detik.
“Tidak semua sapi yang disembelih semua organnya bisa dikonsumsi. Sapi yang terinfeksi juga ada yang tidak menunjukkan gejala klinis atau bahasa kedokterannya adalah ‘sub-klinis’ atau mungkin memang belum sampai onset-nya. Seperti yg kita ketahui onsetnya bisa sampai 14 hari. Jika sapi sudah dipotong, organ yang ada ditubuh sapi terutama sumsum tulang dan tulangnya, kepala, limfoglandula dan jeroan harus dipisahkan dari daging dan ditangani dengan baik karena dapat mengandung virus. Penanganan yang direkomendasikan adalah perebusan mendidih selama minimal 30 detik terhadap organ tersebut. Jadi kalau daging tanpa tulang bisa dikatakan relative aman atau dapat diabaikan karena pedoman dari Organisasi Kesehatan Hewan Dunia (OIE / World Organization for Animal Health) bahwa bagian yang paling aman adalah daging tanpa tulang dan tanpa limfoglandula” terang drh. Dian. [...]
------------------
#smartvillage #KemendesPdtt